Keterampilan Medik Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Dermatitis Stasis dan Neurodermatitis

1.1    Pendahuluan

Pembahasan pada topik ini merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum dalam sistem dermatomuskuloskeletal. Anamnesis merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mendiagnosis penyakit kulit. Anamnesis yang dilakukan secara sistematis dan benar akan memberikan hasil diagnosis yang benar.

 

1.2  Pelaksanaan Keterampilan Medik Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Dermatitis Stasis dan Neurodermatitis

  1. Metode : Pasien Simulasi
  2. Tujuan : melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit Dermatitis Stasis dan Neurodermatitis
  3. Cara Kerja:
    • Pasien dipersilakan duduk
    • Memperkenalkan diri
    • Menerangkan maksud dan tujuan
    • Identifikasi data pasien
    • Menanyakan keluhan utama pasien datang berobat yaitu: sejak kapan timbul lagi dan melebar atau bertambah banyak, kapan pertama kali timbul, (kronik residif), dimana regio yang terkena (predileksi),.
    • Bagaimana keluhan yang dirasakan: gatal/panas/nyeri
    • Adakah faktor presipitasi
    • Adakah faktor predisposisi
    • Adakah keluhan yang menyertai
    • Apakah terdapat riwayat penyakit lain: jantung, DM, hipertensi, infeksi, adanya alergi makanan, obat-obatan, cuaca
    • Bagaimana riwayat pengobatan dan hasil pengobatan

 

 

Melakukan pemeriksaan kulit:

  • Memeriksa seluruh permukaan kulit dan menilai luasnya kelainan (distribusi dan konfigurasi lesi).
  • Menentukan lokasi lesi mulai dari kepala sampai telapak kaki secara berurutan (adregio).
  • Mendeskripsikan lesi dengan inspeksi dan palpasi: jumlah lesi, penyebaran lesi, bentuk lesi, ukuran lesi, batas lesi, menimbul/tidak, lesi basah/kering.

 

  • Menentukan jenis efloresensi (ruam): efloresensi primer, efloresensi sekunder, efloresensi khusus
  • Melakukan pemeriksaan status generalis yang berhubungan dengan penyakit kulit.

Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik Abdomen

Pemeriksaan fisik abdomen bertujuan untuk mencari dan mengidentifikasi kelainan  pada sistem gastrointestinal,  sistem saluran kemih dan sistem genitalia. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik , sangatlah perlu dilakukan pengambilan anamnesis yang berhubungan dengan kelainan sistem  gastrointestinal atau sistem lainnya di abdomen.

 

Pembagian Regional

Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa regio yaitu regio abdomen dibagi menjadi 4 kuadran dan membagian regio yang lebih rinci   menjadi 9 kuadran. Pembagian 4 kuadran meliputi : 1. kuadran kanan atas, 2. kuadran kiri atas, 3. kuadran kanan bawah dan 4. kuadran kiri bawah.  Pembagian 9  regio meliputi : 1. Regio hipokondrium kanan, 2. Regio epigastrium, 3. Regio hipokondrium kiri, 4. Regio lumbal kanan, 5. Regio umbilikal, 6. Regio lumbal kiri, 7. Regio iliaka kanan,  8. Regio supra pubis dan 9. Regio iliaka kiri.

 

Kepentingan pembagian ini adalah untuk memperkirakan proyeksi organ-organ dalam rongga abdomen, antara lain hepar berada di darah hipokondrium kanan, lambung di daerah epigastrium, kandung kemih dan uterus di suprapubis, appendiks di daerah iliaca kanan dan lain sebagainya.

 

 

Gambar 1. regio abdomen

 

Gambar 2. Proyeksi organ di rongga abdomen

Diunduh dari : https://meded.ucsd.edu/clinicalmed/abdomen.htm

 

Pemeriksaan fisik abdomen meliputi pemeriksaan terhadap organ-organ abdomen diawali inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Pada saat pemeriksaan ini posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.

 

  1. PROSEDUR

PEMERIKSAAN ABDOMEN

  1. Inspeksi                                                                

Adalah pemeriksan fisik dengan menggunakan indra penglihatan. Dengan melihat maka pemeriksa mendapatkan hasil pemeriksaan antara lain:

Hal yang perlu dicari :

  • Simetris/ tidak
  • Bentuk
  • Normal Datar
  • Cembung Normal ( Wanita Hamil )
    • Massa : Berbenjol
    • Cairan : Asites ( Seperti Perut Kodok )
  • Bentuk khusus :
  • Ileus obstruktif :
  • Darm contuur : bentuk usus yg terlihat di dinding abdomen
  • Darm steifung : gerakan usus
  • Kondisi dinding perut
    • kelainan kulit
    • vena
    • umbilikus
    • striae alba
    • Pergerakan dinding perut

 

  1. Auskultasi

Auskultasi dilakukan sebelum perkusi dan palpasi agar tidak mempengaruhi peristaltik usus akibat manipulasi.

Auskultasi pada abdomen bertujuan untuk mendengarkan :

  1. suara peristaltik usus, normal 5 – 34 / menit
  2. suara bising pembuluh darah

Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Jika terdapat obstruksi usus , suara peristaltik usus akan meningkat. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Dalam kondisi illeus obstruktif  kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam ( metallic sound ).

Pada kondisi kelumpuhan usus (paralisis) misalnya pasien pasca operasi atau dalam kondisi peritonitis difusa, peristaltik usus menurun. Suara pembuluh darah (sistolik, diastolik, atau murmur) dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta, atau keganasan (hepatoma). Bruits diastolik (venous hum) kadang disertai terabanya getaran (thrill), yang dapat didengar pada daerah antara umbilikus dan epigatrium. Pada keadaan terdapatnya fistula arteriovenosa intra abdominal, dapat ditemukan adanya murmur.

Adanya  bruits  pada  proyeksi  arteri  renalis  dapat  ditemukan  pada  pasien  hipertensi sekunder akibat stenosis arteri renalis. Bila terdapat kecurigaan insufisiensi arteri pada tungkai, dapat dilakukan pemeriksaan bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaka, dan arteri femoralis, yang dapat membantu untuk menentukan posisi sumbatan.

 

 

 

Gambar 3. Posisi auskultasi untuk mendengarkan suara bruit pembuluh darah

di dinding abdomen

 

  1. Perkusi

Adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan badan dengan perantaraan jari tangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Tergantung dari isi jaringan yang ada di bawahnya, maka akan timbul berbagai nada yang dibedakan menjadi lima kualitas suara dasar: pekak, redup, sonor, hipersonor dan timpani.

  • Suara pekak dihasilkan oleh massa padat
  • Suara redup dihasilkan dari perkusi hati
  • Suara sonor dihasilkan oleh perkusi pada paru yang normal
  • Suara hipersonor dihasilkan oleh suara paru yang emfisematous
  • Suara timpani dihasilkan oleh perkusi gelembung udara pada saluran cerna.

 

Perkusi abdomen digunakan untuk mendeteksi :

  • Menentukan ukuran limpa dan hati secara kasar
  • Menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas ( timpani), massa tumor ( redup/pekak) dan ascites ( pekak disamping, di tengah timpani), dan shiffting dullness. Pada suatu keadaan dapat kita temukan fenomena papan catur dimana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah pindah. Kondisi ini ditemukan pada peritonitis tuberkulosa.

 

Gambar 4. Perkusi Abdomen

Diunduh dari : https://meded.ucsd.edu/clinicalmed/abdomen.htm

 

  1. Palpasi

Adalah pemeriksaan fisik dengan indra peraba, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan tangan.   Palpasi dilakukan untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen. Perlu sekali diperhatikan ada tidaknya nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen.

  • Palpasi superfisial : palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien
  • Palpasi dalam : digunakan untuk identifikasi kelainan/nyeri yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi superfisial( menggambarkan adanya massa)

 

Palpasi hepar.

Untuk memudahkan perabaan hati diperlukan :

Dinding  abdomen yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60°.

  • Pasien diminta untuk menarik nafas panjang
  • Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke arah kranial menuju arcus costa kanan. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan.
  • Bila hepar membesar, akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal
  • Pembesaran hepar diukur berapa cm di bawah arcus costarum, berapa cm dibawah proceccus xyphoideus, bagaimana tepinya (tumpul atau tajam), konsistensinya (lunak/keras), permukaan (rata/ berbenjol), nyeri tekan ada / tidak.

 

 

 

Gambar 5. Palpasi Hepar

Diunduh dari :          https://classconnection.s3.amazonaws.com/413/flashcards/1118413/

png/standard_liver_palp13

 

Palpasi limpa

Pada keadaaan normal limpa tidak teraba. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis schuffner, yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju umbilikus dan diteruskan sampai SIAS kanan. Garis schuffner dibagi menjadi 8 bagian.

 

Gambar 6. Palpasi limpa

 

Palpasi ginjal

Ginjal terletak pada daerah retro peritoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara bimanual. Tangan kiri diletakkan di pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada dinding abdomen ventralnya.  Saat inspirasi maksimal tekan kedua tangan berusaha memegang ginjal, minta pasien untuk eksirasi perlahan lahan,  lepaskan tekanan kedua tangan maka akan terasa ginjal meluncur terlepas dari tangan.

Pembesaran ginjal ( akibat tumor atau hidronefrosis) akan teraba di kedua tangan tersebut, dan apabila salah satu tangan digerakkan akan teraba benturannya di tangan yang lain . Fenomena ini disebut dengan ballotement positif. Pada keadaan normal ballotement negatif.

 

 

Gambar 7. Palpasi ginjal

 

 

 

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

  1. Inspeksi

Melihat ektremitas atas dan bawah, membandingkan kedua sisi, apakah terdapat perubahan bentuk / deformitas dari kedua ektremitas atas dan bawah ? Adanya deformitas pada sendi merupakan tanda artritis kronis destruktif. Pada arthritis rheumatoid deformitas dapat bervariasi  dari deviasi ulnar ringan pada sendi metakarpofalangeal hingga timbulnya sendi yang disorganisasi  dan mengalami denervasi ( Charcot’s). Perhatikan susunan antar tulang komponen sendi . Deviasi menjauhi garis tengah disebut deformitas vagus, sedangkan yang menuju garis tengah disebut deformitas varus.

 

 

 

Gambar 8.  Deformitas tangan pada OA                       Gambar 9.  Deformitas tangan pada RA

 

Perhatikan kulit, apakah terdapat kelainan kulit berupa eritema yang menandakan adanya inflamasi akut. Apakah terdapat pembengkakan misalnya pembengkakan pada sendi, peradangan jaringan sekitar sendi.

 

 

Gambar 10. Inflamasi pada RA

 

Perhatikan bentuk-bentuk otot, apakah eutropi ( normal), hipertropi ( membesar)  atau atrofi ( mengecil). Perhatikan juga apakah ada edema (terjadi pada  pasien gagal jantung, kelainan ginjal, sirosis hepatis, hipoalbuminemi )    clubbing finger ( pasien dengan kelaianan jantung / paru ) , atau palmar eritem pada pasien dengan sirosis hepatis.

 

 

Gambar 11. Edema                                          Gambar 12.  Clubbing finger

 

Gambar 13. Palmar eritem

 

  1. Palpasi

Palpasi pada ektremitas dilakukan untuk menilai ada nyeri tekan di daerah tertentu, untuk menilai apakah ada peradangan pada sendi sendi, jika terdapat oedema apakah oedema nya bersifat pitting atau tidak. Edema pitting  lambat ( > 40 detik ) dapat berhubungan dengan kadar albumin yang normal , sebaliknya pitting edema yang cepat  berhubungan dengan kadar albumin yang rendah. Hipoalbumin dapat ditemukan pada kondisi sirosis hepatis, kelainan ginjal atau malnutrisi. Sedangkan pitting lambat yang terjadi pada kondisi albumin yang normal akibat adanya hipertensi sistem vena seperti pada kondisi gagal jantung kongestif atau thrombosis vena.

 

 

Gambar 14. Edema pitting

 

Pemeriksaan palpasi  arteri perifer meliputi pemeriksaan a. femoralis, a. popliteal, a. tibialis posterior  dan a. dorsalis pedis. Setiap palpasi arteri dibandingkan kiri dan kanan, apakah terdapat perbedaan kekuatan pulsasi atau tidak? Jika terdapat kelemahan pulsasi  /nadi yang tidak teraba pada salah satu sisi, terdapat kecurigaan adanya PAOD ( peripheral artery occlusive disease ). Palpasi  di daerah distal dari oklusi akan didapatkan akral yang dingin dibanding sisi yang normal, akibat aliran darah yang menurun karena oklusi. Pada kondisi yang lebih parah dapat ditemukan jaringan gangrene berwarna kehitaman  di distal.

 

 

 

Gambar 15. Palpasi A. Femoralis                                            Gambar 16. Letak A. Femoralis

 

 

Gambar 17. Palpasi A. Poplitea                                      Gambar 18. Letak A. Poplitea

Gambar 19. Letak A. Tibialis posterior                       Gambar 20. Palpasi A. Tibialis Posterior

 

 

 

Gambar 21. Letak A. Dorsalis Pedis                          Gambar 22. Palpasi A. Dorsalis Pedis

 

Gambar 23. Gangren distal pada PAOD

 

Palpasi lain pada daerah ektremitas adalah penilaian turgor kulit untuk menilai adanya dehidrasi atau tidak. Pada kondisi dehidrasi, turgor kulit akan kembali lambat setelah dilakukan pencubitan kulit.

 

 

 

Gambar 24. Pemeriksaan turgor kulit

 

 

Pemeriksaan palpasi  lain adalah penilaian Capillary Refill Time ( CRT) yaitu menilai waktu yang dibutuhkan untuk pengisisan kembali sistim kapiler setelah dilakukan penekanan pada kuku. Bisa dilakukan di jari kaki atau jari tangan. Normalnya adalah kurang dari 2 detik.  CTR dapat melambat pada kondisi kedinginan, Burger disease dan pada akut maupun iskemia kronik.

 

 

Gambar 25.  Pemeriksaan CTR

 

  1. Auskultasi

Auskultasi pada ektremitas biasanya digunakan untuk menilai adanya bruit pada arteri-arteri perifer di ektremitas. Namun saat ini pemeriksaan ini banyak digantikan oleh pemeriksaan  USG doppler yang lebih sensitif.

Keterampilan Medik Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang baik sangat tergantung dari kerjasama dengan pasien dan ruang pemeriksaan yang memadai. Kondisi ini sangat penting untuk menimbulkan kepercayaan dan profesionalisme selama proses pemeriksaan dan memperoleh informasi yang diharapkan.  Walaupun pemeriksaan fisik merupakan suatu proses yang terpisah dari anamnesis, akan tetapi pengamatan sudah dapat dimulai sejak pasien memasuki ruangan. Seperti halnya anamnesis, pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan  mencari apa yang ingin diperoleh berdasarkan anamnesis. Dan hal yang penting adalah selalu berfikir apa yang harus di lakukan dan mengapa dilakukan.

Prinsip dasar pemeriksaan fisik:

  1. Pemeriksa berdiri di kanan tempat tidur
  2. Gunakan penerangan sinar matahari atau sinar lampu yang terang
  3. Periksa dari ujung rambut sampai telapak kaki
  4. Gunakan panca indra dengan baik dan teliti
  5. Gunakan alat bantu periksa yang memenuhi syarat
  6. Cari tanda ( sign ) dari penyakit yang diduga

Pemeriksaan fisik mengikuti suatu aturan yang baku, untuk hampir seluruh sistem pemeriksaan dilakukan berdasarkan tahapan:

  1. Inspeksi

Adalah pemeriksan fisik dengan menggunakan indra penglihatan. Dengan melihat maka pemeriksa mendapatkan hasil pemeriksaan antara lain:

Kesan umum pasien: kesakitan, postur tubuh, cara berjalan, dll

  • Warna dari permukaan tubuh yang dapat dilihat: kulit, sklera, dll
  • Bentuk: badan atau bagian tertentu
  • Ukuran: perbandingan antar bagian tubuh atau seluruh tubuh
  • Gerakan: normal atau abnormal pada dinding dada, alat gerak, dll

 

  1. Palpasi

Adalah pemeriksaan fisik dengan indra peraba, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan tangan. Dengan palpasi akan terbentuk gambaran berbagai aspek:

  • Permukaan: halus/kasar, menonjol/datar, keras/lunak, dll
  • Getaran/denyutan: denyut nadi, pukulan jantung pada dinding dada, dll
  • Keadaan alat di bawah permukaan: batas-batas hepar, adanya massa abnormal di tempat yang tidak seharusnya, dll

 

  1. Perkusi

Adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan badan dengan perantaraan jari tangan. Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Tergantung dari isi jaringan yang ada di bawahnya, maka akan timbul berbagai nada yang dibedakan menjadi lima kualitas suara dasar: pekak, redup, sonor, hipersonor dan timpani.

  • Suara pekak dihasilkan oleh massa padat
  • Suara redup dihasilkan dari perkusi batas paru dan hepar
  • Suara sonor dihasilkan oleh perkusi pada paru yang normal
  • Suara hipersonor dihasilkan oleh suara paru yang emfisematous
  • Suara timpani dihasilkan oleh perkusi hemitoraks dengan pneumothoraks yang luas

 

  1. Auskultasi

Adalah pemeriksaan fisik dengan menggunakan pendengaran (alat stethoscope) untuk mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh. Dari pemeriksaan ini dapat terdengar suara-suara secara kualitatif dan kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, paru-paru, pembuluh darah dan usus.

Pada stetoskop terdapat bagian yang menempel pada permukaan tubuh pasien, terdiri dari dua sisi permukaan aitu: 1) sisi membrane yang merupakan suatu membrane berdiameter 3,5-4 cm; 2) sisi bel atau “cup” yang berbentuk corong dan berdiameter 3,8 cm. Kedua bagian tersebut dihubungkan oleh “ear pieces” atau “ear plug” oleh suatu pipa lentur yang berdinding tebal.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, posisi pemeriksa harus selalu berada di sebelah kanan pasien/yang diperiksa. Buatlah penerangan yangbaik. Penerangan alam akan lebih baik dari pada lampu. Selain itu, perlu diupayakan agar suhu ruangan nyaman.

 

  1. Cara melakukan inspeksi

Perhatikan dan catatlah:

  • Bentuk tubuh pasien, apakah kurus, atletis atau gemuk
  • Perbandingan ukuran kepala dan panjang anggota badan
  • Cara berjalan dan gerakan
  • Adanya deformitas/kelainan bentuk
  • Keadaan kulit, rambut, mukosa mata/mulut, dan kuku secara umum
  • Ekspresi wajah: cemas, tertekan, malu, kesakitan, dll
  • Ciri-ciri lain yang didapatkan

 

  1. Cara melakukan palpasi
  • Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari gangguan-gangguan yang menutupi
  • Yakinkan bahwa tangan pemeriksa tidak dingin untuk menghindari kram bagi yang peka
  • Cara meraba dapat menggunakan:
  • Jari telunjuk dan ibu jari untuk menentukan besarnya benda
  • Jari ke 2, 3 dan 4 untuk menentukan konsistensi atau garis besar kualitas benda
  • Seluruh telapak tangan untuk merasakan adanya getaran
  • Sedikit tekanan dengan ujung atau telapak jari dapat menemukan adanya rasa sakit yang dapat dilihat dari perubahan raut muka atau mendengarkan keluhan.

 

  1. Cara melakukan perkusi
  • Jari tengah dari tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi dalam sikap hiperekstensi.
  • Tekankan persendian interphalang pada permukaan yang akan diperkusi, dan hindarkan kontak antara permukaan yang diperkusi dengan bagian lain dari jari tangan kiri tersebut.
  • Tempatkan tangan kanan ke dekat daerah yang akan diperkusi dalam posisi menekuk ke atas, jari tengah dalam sikap fleksi, relaks dan siap untuk mengetuk.
  • Dalam gerakan yang cepat tapi relaks dari pergelangan tangan, ketuklah jari tengah tangan kiri yang menempel pada bidang yang diperiksa dengan jari tengah kanan.
  • Gunakan ujung jari dengan posisi yang sedapat mungkin tegak lurus (kuku harus dipotong pendek).
  • Buatlah ketukan seringan mungkin yang dapat menghasilkan suara yang jelas.

 

 

  1. Cara melakukan auskultasi
  • Gunakan stetoskop dengan pipa pendek (25-30 cm)
  • Pasangkan kedua “ear pieces” ke dalam telinga sehingga betul-betul masuk tetapi tidak menekan
  • Gunakan bagian bel dari stetoskop untuk memeriksa toraks dan bagian diafragma untuk memeriksa abdomen (bagian cup meneruskan sebagian besar dari suara bernada rendah, sedangkan bagian membrane menyaring suara bernada rendah sehinga meneruskan suara bernada tinggi).

 

3.5 PELAKSANAAN PEMERIKSAAN FISIK

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik ada beberapa hal yang sangat penting diperhatikan adalahan penilaian keadaan umum pasien yang meliputi : penilaian kesadaran, keadaan sakit, Berat Badan, Tinggi Badan, BMI dan tanda –tanda vital. Masing masing point diatas akan diuraikan dibawah ini :

  1. Kesadaran
    1. Compos mentis – pasien dalam keadaan sadar penuh
    2. Somnolen – mengantuk, memberikan respons terhadap rangsang ringan
    3. Sopporous / stupor pasien seperti tertidur dan masih ada respons terhadap rangsang yang kuat
    4. Comatous – pasien dalam keadaan tidur dalam dan tidak berespons sama sekali terhadap rangsang

 

  1. Keadaan sakit
  2. Sakit ringan

bila pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain

  1. Sakit sedang

dapat melakukan aktivitas sendiri terbatas, kadang perlu bantuan orang lain

  1. Sakit berat

tidak dapat melakukan aktivitas untuk diri sendiri tanpa bantuan orang lain

 

  1. Berat Badan, Tinggi Badan, Body Mass Index

 

  1. Tanda vital
  • Nadi
  • Tekanan darah
  • Respirasi
  • Suhu

 

  1. Pemeriksaan Fisik Kepala

Inspeksi :

  • Bagamana bentuk wajah pasien? simetris/asimetris
  • Adakah tampilan khas pada wajah ? apakah ada oedema peri orbital, periobital hematom ( brill hematome), moon face, mixedema, facies leonina, butterfly rash, pucat, flushing face ?

 

Gb1. Facies Leonina pada lepra         Gb2. Moonface ( efek samping kortikosteroid)

(diunduh : http://www.virtual.unal.edu.co/cursos/)

(diunduh dari : http://efeksampingkortikosteroid.blogspot.com/)

(medicina/2010828/lecciones/cap5/imgcap5/cap530.jpg)

 

 

Gbr 3. Butterfly rash pada  SLE             Gambar 4. Myxedema pada hipotiroid

(diunduh dari :upus-chronicle.blogspot.com/2010/06)

(diunduh :http://www.medicalzone.net/pathology-definition—myxedema.html )

(lupus-guide-for-perplexed-malar-rash.html)

 

 

 

 

 

 

  • Apakah rambut kusam? Mudah dicabut?
  • Mata : ketajaman penglihatan, posisi mata. Observasi pula kelopak mata, sclera dan konjungtiva kedua mata. Bandingkan kedua pupil mata dan lakukan pengetesan dengan menggunakan cahaya. Nilai pergerakan mata. Adakah ptosis/eksopthalmus? Adakah  strabismus? Apakah gerak bola mata ke segala arah baik? Bagaimana kornea?

 

Gambar 5 .Ptosis  mata kiriGambar 6. Lagofthalmus pada Bell’s palsy

Terjadi akibat kelumpuhan m. Levator palpebral.Keadaan dimana kelopak mata suli menutup yang dipersyarafi oleh N III.       Akibat kelumpuhan N.VII

(diunduh dari:http://m.kaskus.co.id/post/http://www.blepharospasm.org/gallery3/index.php/2010)

 

  • Telinga : Perhatikan daun, lubang dan gendang telinga serta lakukan pengecekan pendengaran.
  • Hidung dan rongga sinus: Perhatikan bagaian luar hidung, mukosa nasal, septum dan turbinates.
  • Mulut dan pharing : perhatikan bibir, mukosa mulut, gusi, gigi, palatum, lidah, tonsil dan pharing Lidah :  mukosa kering? Frenulum lingua ikterik? Papila lidah atrofi? Hipertrofi gusi?

 

 

Palpasi :

  • Adakah nyeri pada sinus frontalis dan maksilaris?

Gambar 7. Letak sinus pada wajah

Diunduh darihttp://www.nursing-help.com/2012

/05/nursing-assessment-of-head-and-neck.html

Gambar 8. Palpasi sinus frontalis (A) dan sinus Maxilaris (B)

Diunduh dari :http://www.cram.com/flashcards/health-assessment-exam-2-1646935

 

  • Adakah konjungtiva anemis? Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari / jari telunjuk di palpebra inferior kemudian melakukan gerakan menarik ke arah inferior.
  • Adakah sklera ikterik? Pemeriksaan sklera dilakukan dengan membuka mata pasien dengan tangan lalu dinilai apakah terdapat tanda-tanda ikterik atau tidak

 

Gambar 9. Pemeriksaan konjungtiva (atas) dan sklera ( bawah)

Diunduh dari : http://avserver.lib.uthsc.edu:8080/Medicine/eye_exam/page31.htm

 

Perkusi :

  • Menilai refleks chvostek, biasanya dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya hipokalsemia pada seorang pasien.

 

  1. Pemeriksaan Fisik Leher

Inspeksi :

  • Apakah tampak simetris?
  • Apakah terdapat penonjolan vena-vena leher?
  • Adakah tampak pembesaran KGB?
  • Apakah tampak terlihat tumor? ( soliter/multiple, unilateral/bilateral, konfluens/disseminata)
  • Apakah thyroid tampak membesar?
  • Adakah tortikalis

 

Palpasi :

  • Palpasi trachea. Apakah terdapat deviasi trachea?
  • Apakah KGB teraba membesar ? Diperiksa 10 regio KGB leher
  • Apakah kelenjar thyroid teraba membesar
  • Apakah Jugular Venous Pressure (JVP) meningkat ? ( pemeriksaan JVP akan dibahas secara khusus dan mendalam di sistem cardiovaskular)

 

Auskultasi :

  • Dilakukan untuk menilai apakah terdapat bruit pada tiroid atau tidak. Dilakukan terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

 

  1. Pemeriksaan Fisik Thoraks

Inspeksi           : perhatikan bentuk umum dan pergerakannya serta iktus kordis

Bentuk:          normal simetris, diameter a-p < sagital

barrel chest, diameter a-p = sagital

flail chest – traumatik

funnel chest / pectus excavatum

pigeon chest / pectus carinatum

kyposcoliosis

 

Normal                  Funnel chest (Pectus Excavatum)

Barrel chest                  Pigeon chest (pectus carinatum)

 

Traumatic fail chest                              Thoracic Kyphoscoliosis

 

Palpasi             :   melakukan pemeriksaan sela iga, mamae, vocal fremintus berupa membandingkan getaran suara paru kiri dan kanan serta penilaian iktus kordis

 

Pemeriksaan pergerakan dinding dada               Pemeriksaan iktus kordis

 

Perkusi : Membandingkan keadaan paru kiri dan kanan

Menentukan batas paru-hepar

Menentukan batas jantung

 

Auskultasi

Paru     : normal : vesikular, sub bronkial, bronkial, trakeal

VBS  menurun : effusi pleura, fibrosis

VBS meningkat : konsolidasi

Adakah suara tambahan seperti ronchi,  wheezing, krepitasi, dan  pleural friction rub

 

 

Jantung : Normal

Bunyi jantung tambahan

 

Keterampilan Medik Penyuntikan Intra Vena

2.2.3 PENDAHULUAN

Cara pemberian obat lebih dianjurkan dengan cara per oral. Namun pada keadaan-keadaan tertentu, pemberian obat per oral tidak mungkin dilakukan, misalnya pada kondisi pasien yang tidak sadar, pasien memerlukan respon terapi yang cepat, tidak kooperatif, ataupun karena jenis obat yang diberikan kurang baik absorpsinya apabila diberikan per oral. Pemberian obat parental yang paling sering dilakukan adalah secara intramuskuler. Namun pada kondisi teretntu dapat juga diberikan secara intravena.

Suntikan intravena (IV) adalah suntikan obat atau zat lain ke dalam vena dan langsung ke aliran darah. Ini adalah salah satu cara tercepat untuk memasukkan obat ke dalam tubuh.

 

 

 

Indikasi penyuntikan intravena

  1. Pasien yang membutuhkan obat yang berpotensi menyelamatkan nyawa dengan sangat cepat
  2. Pasien yang membutuhkan dosis obat yang sangat akurat
  3. Pasien yang membutuhkan dosis besar obat dalam jangka waktu yang lama (infus intravena)
  4. Obat yang tidak praktis atau tidak efektif jika diberikan peroral

 

Keuntungan penyuntikan IV langsung adalah memberikan dosis obat yang diperlukan dengan sangat cepat, yang membantunya bekerja secepat mungkin. Sedangkan kerugiannya adalah bahwa menerima dosis obat yang lebih besar dapat meningkatkan risiko mempertahankan kerusakan pada vena. Risiko ini mungkin lebih tinggi jika obat tersebut diketahui mengiritasi.

 

Risiko dan efek samping

Risiko dan efek samping dari suntikan IV tidak jarang terjadi. Ini adalah prosedur invasif, dan pembuluh darahnya halus. Satu studi tahun 2018 mencatat bahwa hingga 50% prosedur kateter IV perifer gagal.

Efek samping penyuntikan IV yaitu:

  1. Peradangan

Salah satu komplikasi yang paling umum dari suntikan IV adalah peradangan vena, atau flebitis. Penelitian di The Journal of Vascular Access mencatat bahwa flebitis terjadi pada hingga 31% orang yang menggunakan kateter IV selama infus. Gejalanya biasanya dapat ditangani, dengan hanya sekitar 4% dari semua orang yang mengalami gejala parah.

  1. Iritasi obat

Injeksi langsung obat ke dalam vena perifer dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada jaringan di sekitarnya. Iritasi ini dapat disebabkan oleh pH obat atau bahan pengiritasi lainnya yang mungkin dikandung obat tersebut. Beberapa kemungkinan gejala iritasi obat termasuk pembengkakan, kemerahan atau perubahan warna, dan nyeri di tempat suntikan.

  1. Memar

Mempertahankan kerusakan pada vena dapat menyebabkan darah bocor keluar dari vena, mengakibatkan memar di tempat suntikan.

  1. Ekstravasasi obat

Ekstravasasi obat adalah istilah medis ketika obat yang disuntikkan bocor keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan sekitarnya. Hal ini dapat menyebabkan gejala seperti: nyeri, kerusakan jaringan atau nekrosis, dan jaringan parut.

  1. Infeksi

Dalam beberapa kasus, bakteri dari permukaan kulit dapat masuk ke saluran kateter dan menyebabkan infeksi.

 

 

 

Gambar 4. Lokasi penyuntikan obat secara intravena

 

2.2.4 ALAT DAN BAHAN

  1. Sepasang sarung tangan
  2. Disposible syringe dan needle
  3. Kapas
  4. Tempat kapas alkohol
  5. Alkohol 70%
  6. Obat suntik
  7. Pelarut (bila perlu)
  8. Andrenalin ampul

 

2.2.5 PROSEDUR KERJA
2.2.5.1 Persiapan

  1. Cek alat dan bahan yang diperlukan untuk penyuntikan obat intramuskuer
  2. Memberi salam dan memprkenalkan diri
  3. Menanyakan identitas pasien & mencocokan dengan rekam medis
  4. Menerangkan maksud dan tujuan pemberian obat intramuskuler
  5. Membuat irformed consent
  6. Mempersilakan pasien berbaring
  7. Mencuci tangan dan mengeringkannya dengan handuk
  8. Memakai sarung tangan

 

2.2.5.2 Penyuntikan obat intravena

  1. Membuka tutup botol vial
  2. Membersihkan tutup vial dengan kapas alkohol 70%
  3. Ambil syringe kemudian buka tutupnya
  4. Mencampur obat dengan pelarutnya di dalam vial
  5. Menusukan jarum kedalam vial menembus karet penutupnya
  6. Menarik piston, sehingga obat mengisi syringe sesuai jumlah yang diinginkan
  7. Keluarkan gelembung udara dalam syringe, dengan cara mendorong piston
  8. Menarik jarum keluar dari vial
  9. Menutup kembali jarum dengan teknik satu tangan
  10. Mengganti jarum dengan yang baru
  11. Memberitahu pasien untuk melepaskan/menyisingkan pakaian pada lokasi penyuntikan. Biasanya penyuntikan dilakukan pada vena pada fossa cubiti
  12. Membersihkan tempat penyuntikan dengan kapas alkohol 70%
  13. Melakukan penyuntikan dengan posisi jarum 30⁰ pada tempat penyuntikan
  14. Memastikan bahwa jarum masuk ke pembuluh darah
  15. Mendorong piston pelan-pelan untuk memasukan obat
  16. Menarik jarum dengan cepat dari tempat penyuntikan
  17. Membersihkan lokasi penyuntikan dengan alkohol
  18. Memberitahu pasien bahwa pelaksanaan penyuntikan telah selesai
  19. Mempersilahkan pasien merapikan pakaian
  20. Mempersilahkan pasien untuk bangun dan duduk di kursi
  21. Menanyakan pada pasien apakah ada keluhan yang timbul
  22. Mempersilahkan pasien meninggalkan ruangan

Keterampilan Medik Penyuntikan Intra Muskular

2.1.3 PENDAHULUAN

Suatu obat dapat diberikan pada permukaan tubuh, yakni pada kulit atau mukosa, maupun disuntikkan. Tempat pemberian, cara pemberian dan bentuk sediaan ditentukan berdasarkan : (1) Sifat kimia dan fisika obat tersebut, (2) mula kerja dan lama kerja yang diinginkan, dan (3) tempat kerja obat.

Apabila diinginkan kerja yang cepat, maka dapat dipilih suatu cara pemberian yang dengan cara ini periode laten antara waktu pemberian dengan munculnya efek lebih singkat yaitu dengan meniadakan absorpsi. Cara ini dapat dilakukan melalui penyuntikkan intravena dan inhalasi. Sebaliknya jika diinginkan kerja tertunda, umumnya mungkin dilakukan dalam bentuk-bentuk pemberian yang melalui absorpsi (Tabel 1).

Cara pemberian obat lebih dianjurkan dengan cara peroral. Namun pada keadaan-keadaan tertentu, pemberian  obat peroral tidak mungkin dilakukan, misalnya pada kondisi pasien yang tidak sadar, pesien memerlukan respon terapi yang cepat, pasien yang tidak koorperatif, ataupun kerja jenis obat yang akan diberikan kurang baik absorpsinya apabila diberikan per oral. Pemberian obat parenteral yang paling sering dilakukan adalah secara intramuscular (IM). Namun pada kondisi tertentu dapat juga diberikan secara intravena.

Tabel 1. Cara pemberian, bioavailabilitas dan karakteristik umum

Cara Pemberian Bioavailabilitas (%) Karakteristik umum
Intravena (IV) 100% Mula kerja paling cepat
Intramuskular (IM) 75 sampai ≤ 100 Dapat diberikan dalam volume besar, nyeri
Subkutan (SK) 75 sampai ≤ 100 Volume lebih kecil daripada IM, nyeri
Oral (PO) 5 sampai <100 Paling nyaman, kemungkinan dipengarungi metabolisme lintas pertama
Rektal (PR) 30 sampai <100 Pengaruh metabolisme lintas pertama lebih kecil dibandingkan dengan oral
Inhalasi 5 sampai <100 Mula kerja sangat cepat
Transdermal 80 sampai ≤ 100 Absorpsi sangat lambat, digunakan untuk mengurangi pengaruh metabolisme lintas pertama, lama kerja lebih panjang

 

Penyuntikan intramuskular adalah metode menyuntikan obat ke kedalaman sebagian besar otot yang dipilih secara khusus. Dasar dari proses ini adalah bahwa otot-otot besar memiliki vaskularisasi yang baik, dan oleh karena itu obat yang disuntikkan dengan cepat mencapai sirkulasi sistemik dan setelah itu masuk ke wilayah kerja spesifik, melewati metabolisme lintas pertama. Obat-obatan dapat diberikan secara intramuskular baik untuk tujuan profilaksis maupun kuratif, dan obat-obatan yang paling umum diberikan secara intramuskular yaitu:

  1. Antibiotik: penisilin G, benzatin penisilin, streptomisin
  2. Biologis: imunoglobin, vaksin, dan toksoid
  3. Agen hormonal: testosteron, medroksiprogesteron

 

Landmark Anatomi

Ada tanda tertentu yang harus dipertimbangkan saat memberikan suntikan IM untuk menghindari komplikasi neurovaskular. Landmark khusus untuk tempat penyuntikan yang paling umum yaitu:

  1. Daerah Dorsogluteal (Gambar 1A)
  • 5 sampai 7,5 cm di bawah krista iliaka.
  • Kuadran luar atas dari kuadran luar atas di dalam bokong
  1. Daerah Ventrogluteal (Gambar 1B)

Telapak tangan kiri diletakkan di trokanter mayor, jari telunjuk di spina iliaka anterior superior (SIAS), dan jari tengah di bawah krista iliaka. Obat disuntikkan ke dalam segitiga yang dibentuk oleh telunjuk, jari tengah, dan krista iliaka atau 1/3 lateral antara SIAS dan coccygeus.

 

Gambar 1. Lokasi penyuntikan intramuskular daerah dorsogluteal (A) dan ventrogluteal (B)

 

  1. Deltoid (Gambar 2)

2,5 hingga 5 cm di bawah proses akromion

Gambar 2. Lokasi penyuntikan intramuskular daerah deltoid

  1. Vastus Lateralis (Gambar 3)

Sepertiga tengah garis yang menghubungkan trokanter mayor femur dan kondilus femoralis lateral lutut

 

 

 

Gambar 3. Lokasi penyuntikan intramuskular dan posisi jarum pada penyuntikan intramuskular

 

Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi penyuntikan IM yaitu pada pasien yang tidak patuh, tidak kooperatif atau tidak dapat menerima obat melalui rute lain yang umum digunakan. Sedangkan kontraindikasinya yaitu: Infeksi aktif, selulitis, atau dermatitis di tempat pemberian, alergi atau hipersensitivitas terhadap obat yang diketahui, infark miokard akut – pelepasan enzim otot dapat memberikan bias yang membingungkan dalam membuat diagnosis, trombositopenia, gangguan koagulasi, syok hipovolemik – penyerapan obat dapat terhambat karena gangguan vaskularisasi ke otot, miopati, dan atrofi otot terkait menyebabkan penyerapan obat tertunda serta menambah risiko komplikasi neurovaskular.

 

Komplikasi

Komplikasi umum yang terkait dengan injeksi intramuskular yaitu fibrosis dan kontraktur otot, abses di tempat suntikan, ganggren, cedera saraf – saraf sciatic pada injeksi gluteal, saraf femoralis pada injeksi vastus lateralis, saraf gluteal superior pada injeksi dorsogluteal, saraf femoral pada injeksi vastus lateralis, saraf radial pada injeksi deltoid, kulit mengelupas, periostitis, penularan HIV, penularan virus hepatitis, dan nyeri terus-menerus di tempat suntikan.

 

Keuntungan dan Kerugian Penyuntikan IM

Keuntungan

  1. Penyerapan obat cepat
  2. Mula kerja yang cepat dibandingkan dengan rute oral dan subkutan
  3. Penyuntikan IM melewati metabolisme lintas pertama
  4. Menghindari faktor lambung yang mengatur penyerapan obat
  5. Memiliki khasiat dan potensi yang sebanding dengan sistem penghantaran obat intravena.
  6. Sangat bermanfaat dalam keadaan darurat seperti psikosis akut dan status epileptikus
  7. Suntikan depot memungkinkan kerja obat yang lambat, berkelanjutan, dan berkepanjangan
  8. Sejumlah besar obat dapat diberikan dibandingkan dengan rute subkutan

 

Kerugian

  1. Memerlukan orang yang terlatih untuk pemberian obat melalui rute IM
  2. Penyerapan obat ditentukan oleh sebagian besar otot dan vaskularisasinya
  3. Onset dan durasi kerja obat tidak dapat disesuaikan
  4. Penyuntikan yang tidak disengaja pada bidang subkutan fasia dapat menyebabkan penundaan kerja obat
  5. Prosedur yang menyakitkan
  6. Suspensi, serta obat-obatan berminyak, tidak dapat diberikan
  7. Dapat menimbulkan kecemasan pada pasien terutama pada anak-anak
  8. Pemberian obat sendiri bisa jadi sulit
  9. Pengendapan obat setelah penyerapan pelarut yang lebih cepat dapat menyebabkan kerja obat yang tertunda dan berkepanjangan
  10. Perlunya pengekangan sementara pasien, terutama dalam kasus dengan anak-anak

 

Skenario.

Seorang ibu usia 36 tahun datang kepada dokter disertai suaminya untuk ikut program keluarga berencana (KB). Ibu tersebut memiliki 1 orang anak. Setelah dokter memeriksa pasien tersebut menyatakan bahwa pasien tersebut akan mendapat KB suntik dengan progesterone, yang diberikan secara intramuskuler (IM).

 

2.1.4 ALAT DAN BAHAN

 

  • Tempat cuci tangan
  • Handuk yang bersih dan kering
  • Sabun
  • Sepasang sarung tangan
  • Jarum suntik
  • Kapas
  • Tempat kapas alkohol
  • Alkohol 70 %
  • Obat suntik
  • Pelarut

 

 

2.1.5 PROSEDUR PEMERIKSAAN

2.1.5.1 Persiapan

  • Memeriksa bahan dan alat yang akan digunakan untuk penyuntikkan obat intramuskuler
  • Memberi salam dan memperkenalkan diri
  • Menanyakan identitas pasien dan mencocokannya dengan rekam medis
  • Menerangkan maksud dan tujuan pemberian obat intramuskuler
  • Membuat informed consent
  • Mempersilahkan pasien berbaring
  • Mencuci tangan dan mengeringkannya dengan handuk
  • Memakai sarung tangan

 

2.1.5.2 Penyuntikan obat intramuskuler

  1. Membuka tutup botol obat
  2. Membersihkan tutup vial dengan kapas alkohol 70 %
  3. Ambil syringe kemudian buka tutup
  4. Menusukkan jarum ke dalam vial menembus karet penutup
  5. Menarik piston suntukan, sehingga mengisi syringe sesuai jumlah yang diinginkan
  6. Keluarkan gelembung udara di dalam syringe, dengan cara menekan piston
  7. Menarik jarum keluar dari vial
  8. Menutup kembali jarum
  9. Mengganti jarum dengan yang baru
  10. Memberi tahu pasien untuk melepaskan pakaian pada lokasi penyuntikan. Biasanya penyuntikkan dilakukan pada muskulus gluteus maximus, atau muskulus deltoide
  11. Membersihkan tempat penyuntikkan dengan kapas alkohol 70 %
  12. Melakukan penyuntukkan dengan posisi jarum tegak lurus 900 pada tempat penyuntikkan.
  13. Memastikan bahwa jarum tidak masuk ke pembuluh darah, dengan mengaspirasi dan melihat apakah ada darah teraspirasi atau tidak.
  14. Mendorong piston pelan – pelan untuk memasukkan obat.
  15. Menarik jarum dengan cepat dari tempat penyuntikkan.
  16. Membersihkan lokasi penyuntikkan dengan alkohol.
  17. Memberitahu pasien bahwa pelaksanaan penyuntikkan telah selesai.
  18. Mempersilahkan pasien merapikan pakaian.
  19. Mempersilahkan pasien untuk bangun dan duduk di kursi.
  20. Menanyakan kepada pasien apakah ada keluhan yang timbul
  21. Mempersilahkan pasien meninggalkan ruangan.

Keterampilan Medik Infus

1.2 PEMASANGAN  KATETER  INTRAVENA

1.2.1 TUGAS

  1. Sebutkan ciri-ciri vena ?
  2. Sebutkan daerah penusukan kateter intravena ?
  3. Sebutkan komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat pemasangan kateter intravena?

 

1.2.2 SASARAN BELAJAR :

Setelah mengikuti keterampilan medik ini, mahasiswa mampu melakukan pemasangan kateter intravena secara benar

 

1.2.3  PENDAHULUAN

Pemberian obat/cairan pada pasien seringkali harus diberikan secara infus, terutama pada kasus-kasus gawat darurat. Pemberian obat/cairan cara ini memerlukan persiapan yang lebih kompleks dibandingkan dengan cara lain. Pemberitahuan dan persiapan pasen dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang maksud dan tujuan kegunaan pemasangan kateter intravena dan juga menjelaskan kemungkinan terjadinya efek samping.

Pemilihan dan identifikasi vena yang akan ditusuk, pada umumnya dipilih vena pada anggota badan atas. Meskipun dapat juga dipasang di bagian anggota badan bawah atau lainnya misalnya di leher atau lipat paha. Pemilihan lokasi merupakan hal penting, diusahakan penusukan dilakukan di bagian distal anggota badan dan tidak di persendian. Selain itu, vena dipilih yang besar dan lurus. Sebelum melakukan tindakan pemasangan kateter intravena operator harus membersihkan kedua tangan dan sebaiknya menggunakan sarung tangan.

Pembendungan vena dilakukan dengan alat torniquet di daerah proksimal tusukan, dengan tusukan tidak terlalu ketat agar aliran darah arteri tidak tersumbat dan vena yg sudah ditentukan tampak menggembung. Penusukan akan menjadi sulit apabila pasen dalam keadaan syok, pembuluh darah akan tampak kolaps.

Kateter intravena dipilih yang sesuai dengan kebutuhan, untuk menentukan besarnya kateter biasa digunakan nomor (nomor makin besar ukuran kateter semakin kecil). Ada 3 macam jenis jarum kateter yang biasa digunakan, pertama jarum yang sudah tersedia di dalam bungkus set infus atau set transfusi, kedua jarum kateter intravena yang bersayap biasa  digunakan untuk bayi dan anak-anak, dan jenis ketiga kateter yang terbuat dari plastik tumpul dengan jarum mandriyn di dalamnya. Jenis ketiga merupakan jarum kateter yang banyak digunakan saat ini.

Sebelum dilakukan penusukan, dilakukan tindakan desinfeksi dengan menggunakan alkohol 70% dengan kapas didaerah penusukan. Cara menusuk vena, jarum kateter diarahkan dengan bevel yang diarahkan ke atas dengan sudut penyuntikan sekitar 300, penempatan kateter yang benar di dalam pembuluh darah vena akan ditandai dengan keluarnya darah melalui lumen kateter, jangan menusuk vena yang masih kolaps atau tidak tampak jelas.

Langkah selanjutnya, torniquet dilepas dan jarum ditarik keluar (mandryin) dengan meninggalkan kateter plastik di pembuluh darah vena dan kemudian dihubungkan dengan set infus atau set transfusi yang sudah disiapkan dengan cairan. Kateter difiksasi agar  terlepas dari pembuluh darah dan aliran cairan dalam pipa berlangsung dengan lancar yang terlebih dahulu luka tusukan kateter diberi salep antibiotik atau zat antiseptis seperti iodine.

Pada penderita yang sadar diminta kerjasamanya untuk tidak banyak menggerakkan lengan atau tungkai di tempat kateter intravena terpasang dan melaporkan apabila di tempat penusukan terjadi pembengkakan dan perasaan sakit pada bekas tusukan.

 

1.2.4 PELAKSANAAN KETERAMPILAN MEDIK PEMASANGAN KATETER INTRAVENA

  1. Metode : menggunakan manekuin
  2. Tujuan : melakukan pemasangan kateter intravena dengan benar
  3. Cara Kerja :
  • Memilih pembuluh darah vena yang sebelumnya operator mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
  • Memasang torniquet di proksimal tusukan diikuti dengan melakukan desinfeksi di daerah tempat tusukan.
  • Melakukan penusukan dengan kateter yang sudah dipilih sesuai dengan kebutuhan sampai masuk ke lumen pembuluh darah vena.
  • Melepaskan torniquet dan menarik jarum mandryin dengan meninggalkan kateter plastik di pembuluh darah vena.
  • Fiksasi kateter dan menghubungkan ke set infus atau transfusi dan mengamati aliran cairan.

Keterampilan Medik Pengambilan Darah Vena

1.1.3 Pendahuluan

Persiapan pasien dimaksudkan untuk memberi penjelasan kepada pasien atau keluarganya mengenai  tujuan dilakukan pemeriksaan, efek atau komplikasi yang mungkin terjadi, persiapan pasien apakah pemeriksaan memerlukan puasa atau tidak, dan hal-hal yang akan memengarui hasil pemeriksaan. Pengambilan spesimen dilakukan pada keadaan basal, yaitu pasien diharuskan puasa antara 10−14 jam (12 jam) sebelum pengambilan darah. Pengertian puasa dalam pemeriksaan laboratorium untuk persiapan pengambilan spesimen, yaitu pasien tidak  boleh makan dan minum minuman yang mengandung energi atau elektrolit, namun pasien diperbolehkan minum air putih. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien, yaitu:

  1. Menghindari obat-obatan sebelum pengambilan spesimen (kecuali pada pasien yang harus minum obat), yaitu 4−24 jam sebelum pengambilan spesimen darah dan 48−72 jam sebelum pengambilan spesimen urine
  2. Menghindari latihan fisik (olah raga) sebelum pengambilan spesimen
  3. Pasien harus duduk tenang sekitar 15 menit untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari posisi berdiri ke posisi duduk.

Pengambilan darah vena yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu pada penderita yang mengalami gangguan koagulasi dan penderita dengan infeksi yang penularannya melalui darah (misalnya hepatitis B, hepatitis C, HIV, dan lain-lain).

1.1.4 Lokasi Pengambilan Darah Vena 

Pengambilan darah vena dapat dilakukan dengan syringe disposible (spuit), wing needle (bayi), atau venocath. Pengambilan darah vena biasanya dilakukan pada daerah fossa  cubiti, yaitu vena basalica dan vena cephalica, dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam kondisi tertentu, misalnya obesitas, vena sangat lembut (bayi), dehidrasi, dan lain-lain; pengambilan pada kedua vena tersebut kadang-kadang mengalami kesulitan. Pada kondisi demikian pengambilan dapat dilakukan pada dorsum mannus atau dorsum pedis.  Pada pasien yang diinfus, pengambilan darah dilakukan pada lengan kontralateral, jadi tidak boleh  pada lengan yang sedang diinfus. Selain itu, juga jangan dilakukan pada bagian lengan yang mengalami infeksi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.1.5 Bahan dan Alat

Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan darah vena, yaitu:

  1. Sarung tangan   Bengkok  (2 buah)
  2. Tempat kapas alkohol   8. EDTA
  3. Botol/tabung steril     Plester (yang dilapisi kantong plastik)
  4. Kapas Tempat sampah        
  5. Alkohol 70% Disposible syringe 3 cc
  6. Tourniquet

 

1.1.6 Cara Pengambilan Darah Vena 

Pada Gambar 2.1 ditunjukkan cara pengambilan darah vena pada fossa cubiti. Setelah dilakukan disinfektan dengan alkohol 70%, lakukan pengambilan darah seperti tampak pada Gambar 1.

 

1.1.6.1 Persiapan                                

  1. Cek bahan dan alat yang akan digunakan untuk pengambilan darah vena pada fossa cubiti.
  2. Mengucapkan salam, mempersilahkan pasien duduk, dan memperkenalkan diri.
  3. Menerangkan ke pasien maksud dan tujuan dilakukan pengambilan darah, tempat pengambilan darah, dan banyaknya darah yang diambil, serta komplikasinya.
  4. Membuat informed consent.

 

1.1.6.2 Pengambilan Darah Vena

  1. Ukuran jarum dan semprit (disposible syringe) disesuaikan dengan keadaan pasien
  2. Bersihkan lokasi dengan larutan antiseptik dengan kapas alkohol, satu arah atau arah sentrifugal dari dalam keluar.
  3. Sambil menunggu alkohol kering pada prosedur no 2, pasang torniquet pada +/5cm proksimal dari lokasi vena yang akan diambil darahnya,
  4. Lakukan insersi jarum dengan posisi bevel menghadap ke atas dengan sudut kemiringan kira-kira 200 (15-300) dari permukaan kulit dan arah jarum menyusuri vena.
  5. Apabila jarum tepat masuk ke dalam vena, maka akan keluar darah pada semprit. Ketika darah sudah mulai masuk dengan lancar ke dalam semprit, genggaman tangan pasien dapat dilepaskan dan tourniquet dikendorkan atau dilepaskan. Lanjutkan penghisapan dengan semprit sampai jumlah darah mencukupi kebutuhan.
  6. Apabila darah tidak keluar dengan lancar, maka jarum dapat ditarik kembali perlahan-lahan, kemudian dicoba untuk mengubah arah atau kemiringan sesuai vena lalu tusukkan kembali jarum. Apabila jarum sudah masuk ke dalam kulit harus diusahakan tidak tercabut kembali karena risiko infeksi yang dapat terjadi.
  7. Apabila jumlah darah sudah mencukupi, torniquet dapat dilepas seluruhnya kemudian jarum dicabut setelah kapas kering steril diletakkan pada lokasi penyuntikan (JANGAN ditekan kuat karena dapat menyebabkan trauma vaskular dan menimbulkan rasa nyeri).
  8. Lengan dielevasikan (JANGAN ditekuk) dan pastikan darah sudah berhenti keluar dari tempat penusukan kemudian tutup dengan plester. Sebelum dilakukan penutupan plester, pasien diminta untuk melakukan penekanan pada tempat tusukan jarum agar pembengkakan/hematoma minimal.
  9. Jarum dilepas dari semprit sebelum darah dimasukkan ke dalam botol/tabung darah yang sudah berisi EDTA untuk mencegah hemolisis.
  10. Segera homogenkan darah dengan cara digerakkan melingkar (memutar) untuk menghindari pembekuan yang akan menyebabkan penurunan jumlah trombosit.
  11. Apabila darah vena akan digunakan untuk pemeriksaan kimia (diperlukan serum) maka digunakan botol tanpa antokoagulan EDTA dan darah tidak perlu dihomogenkan, selanjutnya lihat catatan di bawah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan:

  1. Pemeriksaan hematologi, sediakan 2 tabung (sebelum mengambil darah vena), kecuali apabila pemeriksaan LED menggunakan NaCl fisiologis maka cukup disediakan 1 tabung yang berisi EDTA.
  • Tabung I untuk pemeriksaan LED menggunakan natrium sitrat
  • Berisi 0,4 mL natrium sitrat 3,8%ª tambah 1,6 mL darah vena (1 : 4)
  • Tabung II untuk pemeriksaan Hb, S eritrosit/leukosit/trombosit, dan ADT

Berisi EDTAª tambah darah vena

–  1 mg EDTA untuk 1 mL darah (EDTA bubuk),

apabila EDTA cair perhatikan konsentrasi EDTA tersebut

–  EDTA 1% (1 gram/100mL) : 0,1 mL EDTA untuk 1 mL darah (1 : 10)

– EDTA 5% (5 gram/100mL) : 0,02 mL EDTA untuk 1 mL darah (1 : 50)

  • darah yang sudah dimasukkan ke dalam tabung yang berisi antikoagulan segera kocok dengan hati-hati hingga homogen, untuk menghindari darah membeku dan lisis

2.   Pemeriksaan kimia menggunakan serum

  1. Pemeriksaan hemostasis menggunakan plasma sitrat
  2. Pemeriksaan elektrolit menggunakan serum atau plasma dengan antikoagulan lithium heparin (kecuali untuk pemeriksaan elektrolit lithium pada kasus-kasus psikiatri)
  3. Pada pengambilan darah vena tidak boleh dilakukan hal-hal sebagai berikut:
    • Tourniquet atau pembendungan yang terlalu lama
    • Daerah vena yang akan diambil ditepuk-tepuk
    • Buka tutup kepalan lengan berulang
    • Jarum terlalu kecil dan penarikan darah terlalu cepat

Hal-hal tersebut apabila dilakukan akan menyebabkan elektrolit intraselular ke luar sehingga akan menyebabkan hasil ‘false tinggi’

  1. Pemeriksaan analisis gas darah menggunakan darah arteri dengan antikoagulan lithium heparin, pengiriman ke laboratorium dalam suhu 2-8OC (dalam ice box atau direndam es batu), sertakan data hemoglobin dan suhu pasien terakhir karena alat mengukur dalam keadaan standar, yaitu pada suhu 37OC dan hemoglobin 15 g/dL.

Keterampilan Medik Tanda Vital

3.4. PELAKSANAAN KETERAMPILAN MEDIK

3.4.1       Pengukuran tanda vital

  1. Metode : Manual
  2. Tujuan              : Melakukan pengukuran tanda vital dengan benar
  3. Teori :
  4. Pengukuran Suhu Badan

Suhu badan diperiksa dengan termo­meter badan, dapat berupa termometer air raksa atau termometer digital (Gambar 1). Pengukuran dapat dilaku­kan pada mulut, aksila, atau rektum. Pengukuran suhu melalui mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat dibandingkan melalui rektum, tetapi termometer air raksa dengan kaca tidak seyogyanya dipakai untuk mulut, pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau tidak dapat menutup mulutnya. Pengukuran melalui rektum biasanya memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi sebesar 0,4-0,5 ˚C  dibandingkan lewat mulut (Gambar 5.1). Suhu badan tubuh normal (aksila 36,3˚C–37,5˚C).

 

 

Gambar 5.1. Perbedaan pengukuran lewat mulut dan lewat rektum

 

  1. Pernafasan

Bernafas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan. Tujuan bernafas adalah memberikan O2 ke jaringan tubuh dan mengeluarkan CO2 dari jaringan tubuh. Pada waktu inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi, memperluas rongga toraks dan memekarkan paru-paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan diafragma bergerak ke bawah. Setelah inspirasi berhenti, paru-paru akan mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan kembali ke posisi semula. (Gambar 5.2)

 

 

Gambar 5.2. Mekanisme ventilasi paru

 

 

 

  1. Denyut Nadi

Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri) dan paru (oleh ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, disemburkan darah ke aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Akibatnya, timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung frekuensi denyut nadi, dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu menit.

Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolis dan diastolis. Tekanan ini dapat teraba seperti denyutan pada beberapa arteri yang ada dipergelangan tangan dan leher. Tekanan ini teraba pada saat sistol dan diastol tidak teraba. Faktor yang menentukan tekanan nadi adalah volume sekuncup (stroke volume) dan compliance arteri.

Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan nadi adalah: frekuensi, irama, dan kekuatan  nadi.

 

  1. Tekanan Darah

Tekanan darah pada sistem arteri bervariasi sesuai dengan siklus jantung, yaitu memuncak pada waktu sistole dan sedikit menurun pada waktu diastole.

Pada waktu ventrikel berkontraksi, darah akan dipompakan ke seluruh tubuh. Keadaan ini disebut keadaan sistole, dan tekanan aliran darah pada saat itu disebut tekanan darah sistol.

Pada saat ventrikel sedang rileks, darah dari atrium masuk ke ventriket, tekanan aliran darah pada waktu ventrikel sedang rileks tersebut disebut tekanan darah diastole.

Kontraksi ventrikel pada waktu sistol menyebabkan timbulnya semburan darah kedalam arteri pulmonal dan arteri sistemik. 1/3 stroke volume meninggalkan arteri pada waktu sistole dan 2/3 stroke volume tetap dalam arteri dan membuka dinding arteri (Gambar 3). Kontraksi ventrikel berhenti, dinding arteri mengkerut secara pasif, darah mengalir sepanjang diastol.  Volume arteri dan tekanan arteri menurun (Gambar 4).

Tingginya tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya aktivitas fisik, keadaan emosi, rasa sakit, suhu sekitar, penggunaan kopi, tembakau, dll.

 

 

Gambar  5.3.  Aliran darah pada waktu sistol dan diastol

 

 

Gambar 5.4. Mean arterial pressure

 

3.4.2    Prosedur Pemeriksaan        :

  1. Pengukuran Temperatur

Pengukuran pada mulut (oral) :

  • Kibaskan termometer sampai permukaan air raksa menunjuk di bawah 35,5°C Masukkan termometer di bawah lidah penderita. Mintalah penderita untuk menutup mulut, dan tunggu 3-5 menit. Kemudian bacalah termometer tersebut, pasangkan lagi selama satu menit, dan baca kembali. Kalau suhu masih naik, ulangi prosedur di atas sampai suhu tetap (tidak naik lagi).
  • Apabila penderita baru minum dingin atau panas, pengukuran dengan cara ini harus ditunda selama 10-15 menit dulu sehingga minuman tidak mempengaruhi hasil pengukuran.

 

Pengukuran pada rectum :

  • Pengukuran melalui rektum ini biasanya dilakukan terhadap bayi, setelah bayi di letakkan di atas meja periksa
  • Pilihlah termometer dengan ujung yang bulat, beri pelumas dan masukkan dalam anus sedalam 3-4 cm, dengan arah ke arah umbilikus, biarkan selama 2 menit, kemudian di baca
  • Bersihkan termometer

Catatan: Pada prakteknya untuk menghemat waktu pada saat menunggu pengukuran suhu juga dibarengi dengan pengukuran nadi dan nafas

 

Pengukuran pada ketiak

  • Aksila dilap sampai kering kemudian kibaskan termometer sampai permukaan air raksa menunjuk di bawah 35,5°C
  • Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa axillaris kiri kemudian lengan atas adduksi maksimal
  • Tunggu 3-5 menit, kemudian dilakukan pembacaan.
  1. B. Pengukuran pernafasan:
  • Penderita diminta melepaskan baju.
  • Secara inspeksi, perhatikan secara menyeluruh gerakan pernafasan (lakukan ini tanpa mempengaruhi psikis penderita). Kadang diperlukan cara palpasi, untuk sekalian mendapatkan per­bandingan antara kanan dan kiri.

Pada inspirasi, perhatikanlah: Gerakan ke samping iga, pelebaran sudut epigastrium dan penambahan besarnya ukuran antero posterior dada.

Pada ekspirasi, perhatikanlah: Masuknya kembali iga, penyempitnya sudut epigastrium, dan penurunan besarnya ukuran antero posterior dada

Perhatikan pula adanya penggunaan otot pernafasan pembantu. Catatlah irama, frekuensi dan adanya kelainan gerakan.

 

  1. C. Cara Pengukuran frekuensi nadi
  • Penderita dapat dalam posisi duduk ataupun berbaring.
  • Lengan dalam posisi bebas (rileks)
  • Perhiasan dan jam tangan dilepas.
  • Periksalah denyut nadi pergelangan tangan dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan Anda, pada sisi fleksor bagian lateral dari tangan penderita (Gambar 6).
  • Hitunglah berapa denyutan dalam satu menit.
  • Perhatikan pula irama dan kuantitas denyutannya.
  • Catalah hasil pengukuran dari lengan kanan dan kiri.

                 

Gambar 5.6. Pengukuran frekuensi nadi

 

 

 

  1. D. Pengukuran tekanan darah :
  • Siapkan tensimeter dan stetoskop
  • Penderita dapat dalam keadaan duduk atau berbaring
  • Lengan dalam keadaan bebas dan rileks, bebaskan dari tekanan oleh pakaian
  • Pasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara rapi dan tidak terlalu ketat, kira-kira 3 cm di atas fossa cubiti
  • Tempatkan lengan penderita sedemikian sehingga siku dalam ke­adaan sedikit fleksi
  • Carilah arteri brachialis, biasanya terletak di sebelah medial tendo biseps
  • Dengan satu jari meraba a. radialis, pompa manset sampai pulsasi a. radialis menghilang (sistolik palpatoir)
  • Sekarang ambillah stetoskop, pasangkan corong bel stetoskop pada a. Brachialis
  • Pompa manset sampai kurang lebih 20-30 mmHg di atas tekanan sistolik palpatoir
  • Kemudian secara pelahan turunkan tekanan manset dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmHg perdetik. Perhatikan saat di mana denyutan a. brachialis terdengar. Inilah tekanan sistolik. Lanjutkanlah penurunan tekanan manset sampai suara denyutan melemah dan kemudian menghilang. Tekanan pada saat itu adalah tekanan diastolik
  • Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi manometer selalu vertikal, dan pada waktu membaca hasilnya, mata harus berada segaris horisontal dengan level air raksa
  • Pengulangan pengukuran dilakukan setelah menunggu beberapa menit setelah pengukuran pertama

 

 

 

Fakta yang menentukan tekanan arteri (arteri dianggap balon yang berisi air) tergantung dari:

  • Volume darah, dan
  • Semudah apa dinding pembuluh darah dapat diregangkan (compliance).

 

“Compliace = Dvolume / D tekanan

Makin tinggi compliance, makin mudah dinding pembuluh darah direnggangkan. Bila pembuluh darah mudah diregangkan, maka peningkatkan volume darah hanya sedikit meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya bila sukar diregangkan, peningkatan volume darah sedikit saja akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Kontraksi ventrikel akan menyebabkan ejeksi darah ke arteri polmonal dan sistemik. Bila sejumlah darah yang sama dan mengalir secara simultan dalam arteri, maka volume darah tetap konstan dan tekanan darah tidak berubah. Dalam keadaan sebenarnya tidak begitu, tetapi hanya 1/3 “stroke volume” yang meninggalkan arteri selama sistol. Sisanya tetap dalam arteri dan meregangkan dinding arteri sehingga tekanan darah meningkat. Bila kontraksi ventrikel berhenti, dinding pembuluh darah yang meregang kembali mengkerut (“recoil”) secara pasif dan darah dialirkan secara kontinu selama di astol pada waktu darah meninggalkan arteri, volume dan tekanan darah menurun secara perlahan-lahan, tetapi pada permulaan kontraksi ventrikel berikutnya masih terdapat sejumlah darah yang secara adekwat akan meregangkan pembuluh darah, sehingga tekanan arteri tidak pernah mencapai nol.

Tekanan arteri maximum tercapai pada puncak ejeksi  ventrikel  dan disebut tekanan sistolis (TS). Tekanan arteri minimum terjadi tepat sebelum ejeksi ventrikel mulai dan disebut tekanan diastolis (TS), ditulis sistolis/diastolis (120/80 mmHg). Perbedaan tekanan sistolis dan diastolis = tekanan nadi (TN). Ukuran besarnya tekanan nadi ditentukan oleh : 1) stroke volume, 2) kecepatan ejeksi stroke volume, dan 3) compliance arteri.

Pada orang tua dengan arteriosklerosis, tekanan nadi akan meningkat. Tekanan darah rata-rata (MAP) tidak sama dengan ½ jumlah tekanan  sistolis + tekanan diastolis.

MAP = TD + 1/3 (TS-TD)

Contoh : MAP = 80- +1/3 (40) = 93 mmHg

 

 

 

Pengukuran tekanan arteri sistemik

Tekanan sistolis dan diastolis diukur dengan sphygmomanometer yang mempunyai manset yang bisa dikembangkan dan dililitkan pada lengan atas. Stetoskop diletakkan di atas a.brachialis tepat di bawah manset. Manset dikembangkan sampai mencapai tekanan diatas sistolis. Tekanan manset akan diteruskan ke lengan atas yang akan menekan arteri di bawahnya sehingga aliran darah ke arteri dicegah. Udara dalam manset dikeluarkan perlahan-lahan sehingga tekanan manset dan tekanan pada arteri menurun.

Bila tekanan manset menurun sampai nilai tepat di bawah sistolis, maka arteri akan terbuka sedikit dan darah akan mengalir dalam waktu singkat pada puncak sistol. Selama interval ini darah akan mengalir cepat melalui pembukaan kecil dengan perbedaan tekanan yang besar. Terjadi turbulensi yang menghasilkan vibrasi yang dapat didengar (bunyi Korotkoff). Tekanan yang terjadi pada waktu bunyi pertama kali terdengar identik dengan tekanan darah sistolis.

Selanjutnya bila tekanan manset terus diturunkan, maka waktu aliran darah akan memanjang. Bila tekanan manset mencapai tekanan diastolis, semua bunyi akan berhenti karena aliran jadi kontinu dan non turbulen. Jelaslah bahwa bunyi yang terdengar selama pengukuran tekanan darah arteri bukan suatu bunyi jantung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.5. HASIL PENGUKURAN

NO NAMA JENIS KELAMIN UMUR SUHU RESPIRASI NADI TENSI
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             
 

 

             

Keterampilan Medik Antropometri

2.4 PELAKSANAAN KETERAMPILAN MEDIK

2.4.1    Pemeriksaan berat badan (BB)

Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan, terutama pada bayi baru lahir. Berat badan adalah salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan menggambarkan jumlah keseluruhan dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pengukuran berat badan dapat memberikan gambaran status gizi sekarang dan jika dilakukan periodik memberikan gambaran pertumbuhan, serta dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan

Berat badan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa apakah berat badan bayi normal atau berat badan lahir rendah (BBLR). Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali jika terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, ataupun adanya tumor. Pada orang dengan edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.

Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil dan sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumalah makanan yang dikonsumsi.. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan terdapat keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi, berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya apabila terdapat ketidakseimbangan, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapa berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Karena bersifat labil, maka indeks BB/U (berat badan menurut umur) lebih menggambarakan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).

Ada 3 macam timbangan yang biasa dipakai, yaitu :

  1. Tipe Salter spring balance:
    • Timbangan gantung (yang biasa terdapat di Posyandu)
    • Maksimum berat 25 kg dengan ketelitian 100 g
    • Digunakan untuk bayi ataupun anak yang belum bisa berdiri tegak sendiri
  2. Tipe beam balance (untuk anak dan dewasa) dan pediatric scale (untuk bayi/anak dibawah 24 bulan), dapat dilihat pada gambar 1.1.
  3. Tipe Bathroom scale (digital ataupun analog) :
  • Dipakai untuk anak yang sudah bisa berdiri sendiri dan dewasa.
  • Dapat juga dipakai untuk menimbang bayi ataupun anak yang belum bisa berdiri sendiri dengan menimbang anak bersama ibunya. Caranya : pertama2, timbang ibu/pengasuh yang sedang menggendong bayi/anak yang akan dilihat berat badannya (penimbangan pertama). Lalu timbang ibu/pengasuhnya saja (penimbangan kedua). Setelah itu, kurangi hasil penimbangan pertama dengan hasil penimbangan kedua, sehingga didapatkan berat badan bayi/anak. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.2.
  • Maksimum berat 150 kg dengan ketelitian 100 g

 

Gambar 1.1 Timbangan badan : (a) pediatric scale untuk infants, (b) beam balance untuk anak dan dewasa.

 

Gambar 1.2  Menimbang berat badan bayi/anak dengan menimbang bayi/anak beserta dengan ibu/pengasuh.

 

Prosedur penimbangan BB pada anak / dewasa menggunakan beam balance

Persiapan :

  • Tempatkan timbangan tipe beam balance (dapat juga diganti menggunakan tipe bathroom scale) pada permukaan keras rata
  • Tempatkan anak timbangan / jarum penunjuk pada angka 00,00

Cara pemeriksaan :

  • Pastikan subjek atau pasien mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu sebelum penimbangan dilakukan
  • Pasien diharapkan memakai baju sehari-hari yang tidak tebal, tidak memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak memegang/mengantongi sesuatu.
  • Pasien berdiri di tengah-tengah timbangan, tanpa dipegangi/berpegang pada sesuatu. Posisikan kepala pasien agar tegak, mata menatap lurus kedepan, dan badan tidak bergerak
  • Jika menggunakan beam balance, geser anak timbangan sampai seimbang dan berada di garis tengah.
  • Lakukan pembacaan hasil penimbangan dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma dalam satuan Kg, kemudian catat hasil penimbangan berat badan tersebut.

 

Prosedur penimbangan BB bayi atau anak yang belum bisa berdiri menggunakan timbangan bayi

Persiapan :

  • Tempatkan timbangan bayi analog/digital (dapat juga diganti menggunakan tipe pediatric scale) pada lantai atau meja dengan permukaan yang keras, rata, dan tidak mudah goyang.
  • Pastikan posisi jarum penunjuk (untuk timbangan bayi analog) atau angka (untuk timbangan bayi digital) menunjuk pada angka 00,00

Cara pemeriksaan :

  • Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang pemeriksa : yang menjaga bayi dan mencatat hasil
  • Bayi sebaiknya telanjang/seminim mungkin, tanpa topi, kaus kaki, sarung tangan, dan tidak memakai popok/diapers (terutama jika popok/diapers penuh).
  • Baringkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan.
  • Lihat jarum timbangan atau angka timbangan sampai berhenti.
  • Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau  angka timbangan.
  • Lakukan pembacaan hasil penimbangan dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma dalam satuan Kg, kemudian catat hasil penimbangan berat badan tersebut.

 

2.4.2    Pemeriksaan Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan merupakan parameter penting yang dapat menilai keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, terutama jika umur subjek tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama, sehingga indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/ juga erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi.

Pada bayi dan anak kurang dari 2 tahun, terutama yang belum bisa berdiri, pemeriksaan yang dilakukan adalah mengukur panjang badan (PB), yang dilakukan sambil berbaring menggunakan length board / papan pengukur PB (dapat dilihat pada gambar 1.3). Sedangkan pada anak yang sudah bisa berdiri, pengukuran TB dapat dilakukan menggunakan stadiometer ataupun microtoise.

Gambar 1.3 Length board untuk mengukur panjang badan

 

Prosedur pengukuran TB pada anak yang sudah bisa berdiri dan pada dewasa menggunakan microtoise

Persiapan :

  • Microtoise digantungkan pada dinding tegak lurus pada ketinggian 2 m

 

Cara pengukuran :

  • Pastikan pasien untuk melepas alas kaki dan melepas ikat rambut atau aksesoris kepala lainnya (jika pasien memakainya).
  • Posisikan pasien agar berdiri tegak dibawah microtoise, dengan pandangan menghadap lurus ke depan (Frankfort horizontal plane, gambar 1.4), kaki dirapatkan (posisi berdiri pada pengukuran TB dapat dilihat pada gambar 1.5)
  • Pastikan bagian belakang kepala, bahu, bokong, dan tumit pasien menempel ke dinding.
  • Turunkan microtoise hingga menekan rambut pasien
  • Minta pasien untuk menarik napas panjang. Pengukuran dilakukan saat inspirasi maksimal.
  • Baca dan catat hasil pengukuran hingga satu desimal dibelakang koma dalam satuan cm.

 

 

Gambar 1.4 Frankfort horizontal plane

Gambar 1.5 Posisi berdiri pada pengukuran TB

 

Prosedur pengukuran PB pada bayi/anak < 2 th atau anak yang belum bisa berdiri menggunakan length board / papan pengukur PB

Persiapan :

  • dilakukan oleh 2 orang orang, yaitu asisten pemeriksa yang menjaga posisi kepala anak/pasien (dapat dibantu/digantikan juga oleh ibu pasien) dan oleh pemeriksa yang menjaga posisi kaki pasien sekaligus membaca hasil pengukuran
  • Tempatkan length board atau papan pengukur PB pada lantai atau meja dengan permukaan yang keras, rata, dan tidak mudah goyang.
  • Pastikan bagian batas kaki pada papan pengukur dapat digerakkan.
  • Pemeriksaan dengan papan pengukur hanya dapat dilakukan pada bayi atau anak ≤ 85 cm

Cara pengukuran :

  • Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar, dengan kepala bayi menempel pada pembatas angka 0, yaitu pada sisi papan yang tidak dapat digerakkan.
  • Posisikan kepala bayi agar menatap keatas dan tegak lurus terhadap papan pengukur. Lalu minta asisten / ibu pasien untuk menjaga posisi kepala pasien.
  • Tangan kiri pemeriksa menekan lutut bayi agar lurus, sementara tangan kanan pemeriksa menekan batas kaki ke telapak kaki
  • Baca angka di tepi di luar pengukur, dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma dalam satuan cm, kemudian catat hasil pengukuran PB tersebut. Prosedur pengukuran PB dapat dilihat pada gambar 1.6 dan gambar 1.7, sedangkan untuk pengukuran TB dapat dilihat pada gambar 1.8.

 

Gambar 1.6 Posisi kepala bayi/anak dalam pengukuran PB

 

Gambar 1.7 Prosedur pengukuran PB

 

Gambar 1.8 Prosedur pengukuran TB dengan tiang pengukur

 

2.4.3    Pemeriksaan Lingkar Kepala

Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus).

Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.Dalam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur.

 

 

Persiapan:

  • Siapkan pita ukur
  • Pengukuran dapat dilakukan dengan posisi bayi ditidurkan dalam keadaan rileks/istirahat ataupun bayi dapat digendong oleh ibu/pengasuh

Cara pengukuran :

  • Meminta asisten atau ibu/pengasuh pasien untuk memegang kepala anak
  • Tempatkan pita pengukur melalui protuberatia oksipitalis (tulang oksiput yang paling menonjol), mengelilingi kepala hingga dahi tepat di atas alis (di atas tulang supraorbital).
  • Pastikan bahwa letak pita di sisi kanan dan sisi kiri kepala sama tinggi
  • Pada saat mengukur alat pengukur dikencangkan sambil menekan rambut
  • Lakukan pembacaan hasil pengukuran lingkar kepala dengan skala 0,1 cm, kemudian catat hasil pengukuran lingkar kepala. Contoh pengukuran lingkar kepala dapat dilihat pada gambar 1.9.

 

Gambar 1.9 Pengukuran lingkar kepala bayi/anak

 

2.4.4    Pemeriksaan Lingkar Lengan Atas (LLA)

Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu, yaitu masa prasekolah (anak golongan umur 1-5 tahun), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Pemeriksaan LLA biasa digunakan untuk menskrining kurang energi protein (KEP), terutama sebagai alternatif bila tidak memungkinkan mengukur BB dan TB

Nilai baku LLA yang digunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LLA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.

Persiapan :

  • Siapkan pita ukur yang tidak melar atau pita khusus (WHO/CARE) yang diberi warna hijau, kuning, dan merah, serta pulpen/spidol untuk menandai daerah yang akan diukur

Cara pengukuran :

  • Minta subjek/pasien agar berdiri tegak, menyamping terhadap pemeriksa.
  • Pastikan daerah lengan atas (biasanya dilakukan pada lengan kiri) tidak tertutup pakaian. Anak yang masih terlalu kecil bisa dipegang oleh ibunya. Minta tolong ibunya untuk menyingkap baju yang menutupi lengan kiri si anak. Minta agar tangan pasien relaks.
  • Tandai titik tengah lengan atas, yaitu pertengahan antara akromion-olekranon.
  • Lingkarkan pita ukur pada lengan pasien yang sudah ditandai dan pastikan bahwa pita benar-benar rata melingkari lengan. Periksalah tekanan pita pada lengan anak, jangan terlalu kencang atau terlalu longar.
  • Baca dan catat hasil pengukuran dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma.
  • Interpretasi :
  • < 11.5 cm : gizi buruk (merah)
  • 5-12.5 cm : gizi kurang (kuning)
  • > 12.5 cm : gizi baik (hijau)

Prosedur pengukuran lingkar lengan atas dapat dilihat lebih jelas pada gambar 1.10 dibawah ini.

Gambar 1.10 Prosedur pengukuran LLA

2.4.5    Pemeriksaan Lingkar Pinggang (Waist Circumference)

Pemeriksaan lingkar pinggang dapat dilakukan untuk mengukur jaringan lemak dan berhubungan dengan massa bebas lemak (Lohman, 1988). Sebagai pengukuran tunggal, pengukuran lingkar pinggang memiliki hubungan yang kuat dengan simpanan lemak sentral pada orang dewasa.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran lingkar pinggang memiliki korelasi yang lebih kuat dengan jumlah lemak pada perut bila diukur menggunakan DEXA dibandingkan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Pinggul (WHR, Waist to Hip Ratio). Pengukuran ini juga makin banyak digunakan untuk populasi anak dan remaja.

Persiapan :

  • Siapkan pita ukur
  • Siapkan pulpen/spidol untuk menandai daerah yang akan diukur

Cara pengukuran :

  • Pastikan daerah perut subjek/pasien tidak tertutupi oleh pakaian (pasien diminta membuka / menyingkapkan pakaiannya).
  • Posisikan pasien agar berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.
  • Tandai titik tengah antara tulang rusuk terbawah dengan tonjolan tulang iliaka
  • Tempatkan pita ukur pada daerah yang telah ditandai melingkari pinggang secara horisontal, jangan terlalu ketat/longgar.
  • Bacalah hasil pengukuran pada pita ukur dengan ketelitian hingga satu angka dibelakang koma dan catatlah hasil pengukuran.

 

2.4.6    Pemeriksaan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Hampir 1/2 lemak tubuh ada di jaringan subkutis. Pemeriksaan tebal lipatan kulit (TLK, skinfold thickness) dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak distribusi simpanan lemak dalam tubuh. Pengukuran TLK bila dikaitkan dengan indeks BB/TB juga dapat menentukan adanya malnutrisi kronik. Pengukuran TLK dilakukan dengan kaliper, selama kurang lebih 4 detik karena lebih dari itu, cairan akan keluar dari jaringan (Lohman et al., 1988). Pengukuran TLK memiliki akurasi yang rendah, sehingga sebaiknya dilakukan 2–3 kali pengukuran.

Pada pengukuran TLK terdapat standarisasi tempat pengukuran karena perbedaan tempat pengukuran dapat mempengaruhi hasil. Pengukuran lemak tubuh dengan TLK dapat dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suprailiaca), tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf). Posisi pengukuran TLK pada tubuh dapat dilihat pada gambar 1.11 hingga gambar 1.15 dibawah ini.

Gambar 1.11 Lokasi pengukuran TLK : dilihat dari anterior tubuh (kiri) dan posterior tubuh (kanan)

Gambar 1.12 Pengukuran TLK pada daerah bisep.

 

 

Gambar 1.13 Cara memposisikan pita ukur yang benar dalam menentukan midpoint

Gambar 1.14 Pengukuran TLK pada daerah trisep

 

Gambar 1.15 Pengukuran TLK pada daerah subskapular

 

Persiapan :

  • Alat utama : Kaliper, pastikan alat tidak mengalami kerusakan.
  • Pita ukur, serta pulpen/spidol untuk menandai area tubuh yang akan diukur.

Cara pengukuran :

  • Subjek/pasien diminta berdiri tegak dan merapatkan kaki pada permukaan lantai yang datar.
  • Meminta pasien untuk merilekskan bahunya dan posisi lengan menggantung bebas disamping tubuh.
  • Tandai lokasi / daerah yang akan diukur menggunakan pulpen/spidol dan pita ukur jika perlu. Ukur dengan pita ukur yang fleksibel untuk menentukan titik tengah pada tubuh (pada pemeriksaan TLK pada daerah tertentu seperti trisep)
  • Dengan tangan kiri, cubit secara lembut lipatan kulit pada daerah yang telah ditentukan dengan ibu jari dan jari telunjuk kurang lebih 1 cm dari titik yang telah ditandai, lalu tarik menjauhi tubuh. Cara mencubit lipatan kulit yang benar dapat dilihat pada gambar 1.16.
  • Dengan tangan kanan, tempatkan kaliper pada titik pemeriksaan atau kurang lebih 1 cm di bawah jari yang memegang lipatan kulit
  • Baca kaliper sekitar 3-4 detik setelah pegangan tangan kanan pada kaliper dilonggarkan.
  • Baca angka pada kaliper dalam ukuran mm dengan ketepatan 0,2 mm. Lalu catat hasil pengukuran.
  • Ulangi pengukuran minimal 2 kali pada masing-masing daerah yang telah ditentukan..

 

Gambar 1.16 Cara pengukuran TLK dengan caliper yang benar

 

Tugas untuk dipelajari secara mandiri oleh mahasiswa : Cari dan pelajari cara menghitung dan interpretasi hasil dari pengukuran TLK.

 

2.4.7 Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)

Salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan dan status gizi adalam dengan menggunakan IMT. IMT (Indeks Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index) adalah  suatu indeks yang berkorelasi dengan isi lemak tubuh total atau persentase lemak tubuh, dan merupakan ukuran lemak  yang dapat diterima pada anak dan dewasa. Dihitung dengan cara membagi Berat Badan BB dalam kilogram dengan kuadrat dan tinggi Badan dalam satuan meter (m).

BMI = BB (kg) / TB (m)2

World Health Organization (WHO) membuat klasifikasi IMT pada orang dewasa dan terutama dihubungkan pula dengan kemungkinan timbulnya penyakit peserta pada obesitas. Klasifikasi IMT bagi anak dan remaja dilakukan dengan memplotkan BMI menurut umur dan jenis kelamin ke kurva WHO. Khusus bagi penduduk Asia, klasifikasi IMT pada orang dewasa ada sedikit perbedaan, karena ditemukan bahwa pada orang Asia kemungkinan mengidap penyakit penyerta lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang diluar Asia dengan IMT yang sama, sehingga batas IMT untuk obesitas yang menurut standar baku WHO adalah 30, menjadi 25 pada baku orang Asia. Klasifikasi IMT bagi orang Asia dewasa adalah :

 

 

      Resiko Penyakit* Relatif terhadap Berat dan Lingkar Pinggang Normal
  BMI (kg/m2) Obesity Class Pria ≤ 102 cm(<40in)

Wanita≤ 88cm(<35in)

Pria > 102 cm(>40in)

Wanita> 88 cm(>35in)

Underweight

Mild

Severe

< 18,5

17 – 18,4

< 17

Normal 18,5 – 22,9
Overweight

Pre-obesity

23,0 – 24,9 Naik (increased) Tinggi (High)
Obesity 25,0 – 29,9

 

≥ 30

I

 

II

Tinggi (High)

 

Sangat Tinggi

(Very High)

Sangat Tinggi

(Very High)

Sangat Tinggi

(Very High)

*Resiko penyakit untuk Diabetes Type 2, hipertensi dan CVD

Diadopsi dari National Institutes of Health dan WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:Redefining Obesity and its Treatment

Keterampilan Medik Mikroskop

PENGGUNAAN MIKROSKOP

  1. Sebelum mikroskop digunakan cek semua bagian-bagian mikroskop apakah berfungsi dengan baik atau tidak.
  2. Cek lensa okular dan lensa objektif bersih atau tidak.
  3. Pasang kontak listrik ke stop kontak.
  4. Nyalakan mikroskop, sebelum menyalakan pastikan apakah pengaturan lampu sudah pada posisi minimal, apabila masih maksimal atur ke posisi minimal baru di’ON’kan, hal ini untuk menghindari lampu putus. Setelah mikroskop nyala, kemudian lampu dibesarkan atau dimaksimalkan sesuai kebutuhan.
  5. Atur jarak kedua lensa okular sesuai dengan jarak kedua mata anda sehingga diperoleh fokus satu pengamatan. INGAT pada saat melakukan pengamatan KEDUA MATA HARUS TERBUKA, BUKAN mata satu mengamati gambaran preparat dan mata yang lain dipicingkan atau ditutup.
  6. Perhatikan bahan pemeriksaan yang akan diperiksa, yaitu:
  7. Pemeriksaan preparat basah atau preparat tanpa pewarnaan

Pemeriksaan tanpa pewarnaan misalnya pemeriksaan sedimen urine, hitung jumlah sel (leukosit, trombosit, dan eritrosit) dengan bilik hitung, dll.

  • Kondensor diturunkan maksimal, menyentuh, atau dekat sumber cahaya.
  • Atur cahaya yang masuk dengan mengatur diafragma, tergantung pada perbesaran yang digunakan. Secara garis besar, penghitungannya sebagai berikut:

80% X NA yang tercantum pada lensa objektif, contoh pada lensa objektif 40X (perbesaran 400X) besarnya NA 0.65 sehingga untuk melihat objek dengan perbesaran 400X difragma dapat dibuka separuhnya (80% X 0.65  = 0.50), namun pemeriksaan tanpa pewarnaan, cahaya yang diperlukan relatif lebih kecil sehingga diafragma hanya dibuka sedikit atau bahkan ditutup untuk memperoleh kontras yang sesuai.

  • Pasang sediaan yang akan diperiksa, untuk sediaan basah sebelum dipasang di meja preparat harus ditutup dulu dengan cover glass sehingga tidak merusak lensa objektif.
  • Pilih lensa objektif yang akan digunakan dengan mengatur/memutar revolving nosepiece, pemeriksaan selalu dimulai dengan lensa objektif 4X (perbesaran 40X) atau 10X (perbesaran 100X), dan apabila diperlukan baru dipindah ke perbesaran 400X.
  • Atur meja preparat dengan mengatur knob besar/makrometer (coarse adjusment), kemudian fokuskan dengan mengatur knob kecil/mikrometer (fine adjusment). (Lihat poin 7 dan 8 pada bagian-bagian mikroskop)
  • Amati sediaan yang diperiksa dan hitung atau gambar objek yang ditemukan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
  • Setelah selesai pemeriksaan, kecilkan lampu/cahaya, kemudian mikroskop di’OFF’kan.
  • Kembalikan ke posisi awal, yaitu difragma ditutup dan kondensor diturunkan.
  • Selanjutnya seperti poin A (ke-3 langkah perawatan mikroskop).
  1. Pemeriksaan sediaan/preparat dengan pewarnaan

Pemeriksaan dengan pewarnaan misalnya pemeriksaan plasmodium/malaria, filariasis, hitung jenis sel leukosit (differential counting), BTA, Gram, retikulosit, sediaan histologi, sediaan patologi anatomi, dll

  • Kondensor dinaikkan maksimal, menyentuh kaca objek/sediaan
  • Atur cahaya yang masuk dengan mengatur diafragma, tergantung pada perbesaran yang digunakan. Pengaturan cahaya secara garis besar, yaitu 80% X NA yang tercantum pada lensa objektif,
  • lensa objektif 10X (perbesaran 100X) besarnya NA 0.25 sehingga untuk melihat objek dengan perbesaran 100X difragma dapat dibuka 1/5nya (80% X 0.25 = 0.20)
  • lensa objektif 40X (perbesaran 400X) besarnya NA 0.65 sehingga untuk melihat objek dengan perbesaran 400X difragma dapat dibuka 1/2nya (80% X 0.65 = 0.52)
  • lensa objektif 100X (perbesaran 1000X) besarnya NA 1.25 sehingga untuk melihat objek dengan perbesaran 1000X difragma dapat dibuka penuh (80% X 1.25 = 1) dengan bantuan minyak emersi
    • Pasang sediaan yang akan diperiksa, ingat tidak boleh terbalik bagian yang ada bahan pemeriksaan menghadap ke arah lensa objektif bukan menghadap ke arah kondensor. Ciri sediaan, yaitu objek gelas yang ada bahan pemeriksaan dof sedangkan yang tidak ada bahan pemeriksaan glosi, untuk membedakannya dapat dilihat pada sumber cahaya. Apabila pemasangan sediaan terbalik, maka pada saat dilakukan pemeriksaan dengan perbesaran 100X gambaran preparat tampak jelas, perbesaran 400X gambaran preparat tampak kabur, dan perbesaran 1000X (dengan minyak emersi) gambaran preparat hilang atau tidak tampak.
    • Pilih lensa objektif yang akan digunakan dengan mengatur/memutar revolving nosepiece, pemeriksaan selalu dimulai dengan lensa objektif 10X (perbesaran 100X), apabila diperlukan baru dipindah ke perbesaran 400X, dan selanjutnya baru ditetesi minyak emersi di daerah yang akan dibaca dengan perbesaran 1000X (lihat Gambar 4).
  • Pada perbesaran 100X, atur meja preparat dengan mengatur knob besar/makrometer (coarse adjusment) yang dapat dinaikkan sampai maksimum, kemudian à meja preparat diturunkan pelan-pelan sehingga mendapat gambaran partikel/sel (mungkin masih kabur atau belum fokus) yang diamati baru difokuskan dengan mengatur knob kecil/mikrometer (fine adjusment) sehingga mendapat gambaran partikel/sel yang jelas.
  • Amati sediaan pada area yang akan diperiksa, apabila perbesaran cukup 100X hitung atau gambar objek yang ditemukan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
  • Apabila diperlukan perbesaran 400X langsung putar revolving nosepiece lensa objektif 40X tanpa mengatur tinggi meja preparat, kemudian fokuskan pengamatan dengan mengatur knob kecil/mikrometer (fine adjusment) saja dan sesuaikan difragmanya.
  • Setelah pengamatan dengan perbesaran 400X selesai dan diperlukan perbesaran 1000X langsung putar revolving nosepiece lensa objektif 100X tanpa mengatur tinggi meja preparat, tetesi minyak emersi kemudian fokuskan pengamatan dengan mengatur knob kecil/mikrometer (fine adjusment) saja dan sesuaikan difragmanya, kemudian amati sediaan
  • Setelah selesai pemeriksaan, kecilkan lampu/cahaya, kemudian mikroskop di’OFF’kan.
  • Kembalikan ke posisi awal, yaitu difragma ditutup dan kondensor diturunkan.
  • Selanjutnya seperti poin A (ke-3 langkah perawatan mikroskop).